Jumat, 18 Desember 2015

Softskill Ilmu Sosial Dasar 5 Opini Terorisme

Pengertian Terorisme
 
Istilah teroris oleh para ahli kontraterorisme dikatakan merujuk kepada para pelaku yang tidak tergabung dalam angkatan bersenjata yang dikenal atau tidak menuruti peraturan angkatan bersenjata tersebut. Aksi terorisme juga mengandung makna bahwa serang-serangan teroris yang dilakukan tidak berperikemanusiaan dan tidak memiliki justifikasi, dan oleh karena itu para pelakunya ("teroris") layak mendapatkan pembalasan yang kejam.
Akibat makna-makna negatif yang dikandung oleh perkataan "teroris" dan "terorisme", para teroris umumnya menyebut diri mereka sebagai separatis, pejuang pembebasan, pasukan perang salib, militan, mujahidin, dan lain-lain. Tetapi dalam pembenaran dimata terrorism : "Makna sebenarnya dari jihad, mujahidin adalah jauh dari tindakan terorisme yang menyerang penduduk sipil padahal tidak terlibat dalam perang". Padahal Terorisme sendiri sering tampak dengan mengatasnamakan agama.
Selain oleh pelaku individual, terorisme bisa dilakukan oleh negara atau dikenal dengan terorisme negara (state terorism). Misalnya seperti dikemukakan oleh Noam Chomsky yang menyebut Amerika Serikat ke dalam kategori itu. Persoalan standar ganda selalu mewarnai berbagai penyebutan yang awalnya bermula dari Barat. Seperti ketika Amerika Serikat banyak menyebut teroris terhadap berbagai kelompok di dunia, di sisi lain liputan media menunjukkan fakta bahwa Amerika Serikat melakukan tindakan terorisme yang mengerikan hingga melanggar konvensi yang telah disepakati.


Opini tentang terorisme

kelompok teroris sejatinya tidak lepas dari regenerasi yang terus dilakukan dengan merekrut anggota-anggota baru yang disiapkan menjadi martir. Mereka merekrut anggota dengan berbagai cara. Mulai dari pertemuan-pertemuan tertutup hingga propaganda melalui dunia maya.
Di sanalah proses transformasi mengubah individu dari radikal menjadi teroris berjalan. Sedikitnya ada 5 tangga kondisi yang mentransformasi individu menjadi teroris.
Pertama, individu mencari solusi tentang apa yang dirasakan sebagai perlakuan tidak adil. Kedua, individu membangun kesiapan fisik untuk memindahkan solusi atas persoalan tersebut dengan penyerangan.
Ketiga, individu mengidentifikasi dengan mengadopsi nilai-nilai moral dari kelompoknya. Keempat, orang yang telah masuk ke dalam kelompok teroris sangat kecil kemungkinan bisa keluar dari kelompok tersebut.                                                                                                                                                                                     Setelah melalui empat tangga sebelumnya, maka di tangga kelima, individu secara psikologis menjadi termotivasi untuk melakukan kegiatan-kegiatan terorisme.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar